Oleh : Imam
Syafi'i
Literatur dan
Pengembangann Akeroluh Komunitas
(Kedaulatan Rakyat 2011)
Ketua Dewan Pengurus
Transparency International - Indonesia Erry Riyana Hardjapamekas (2003)
menuturkan bahwa label korupsi tidak
semata-mata diperuntukkan bagi pegawai negeri. TNI, Polri, pegawai BUMN/BUMD
atau anggota parlemen pusat dan daerah, atau pejabat dan pelaku fungsi
yudikatif, atau konglomerat dan badan usaha swasta namun juga dapat ditempelkan
pada semua lembaga dan anggota masyarakat dengan pekerjaan tertentu yang secara
langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kepentingan publik, misalnya
pengacara, akuntan publik, notaris dan lain-lain.
Itu sebabnya muncul
paham bahwa korupsi di indonesia sudah menjadi budaya, sehingga dengan kita
mendalilkan bahwa “korupsi itu biasa” karena terjadi nyaris di semua sector dan
lapisan masyarakat.
Empat puluh lima tahun
gejala ini sebenarnya telah dicurigai sebagai penyakit yang mulai berjangkit dan
harus segera ditangkal. Secara yuridis istilah ini muncul dalam bentuk
peraturan penguasa militer Angkatan Darat dan Laut RI Nomor PRT/PM/06/1957
sebagai upaya awal karena KUHP dianggap tidak mampu menanggulangi meluasnya
korupsi pada masa itu yang juga telah dianggap sebagai penyakit masyarakat yang
menggerogoti kesejahteraan rakyat, menghambat pelaksanaan pembangunan,
merugikan perekonomian, dan mengakibatkan moral.
Empat belas tahun
kemudian Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, yang justru sama sekali
tidak menghambat penularan penyakit masyarakat itu, bahkan sebaliknya semakin
mengembang secara luas dan parah. Jadi, sebenarnya telah terjadi proses
pembiaran perluasan penularan penyakit korupsi selama 45 terakhir!
Lihat saja, belum lama
ini mantan bendahara