Minggu, 06 November 2011

Parkir 2000 (Cerpen)


Oleh: Laily Maulidatus Sa'adah

Suasana di kampus lagi panas-panasnya. Maklum, waktunya ujian akhir semester. Hari ini adalah hari terakhir UAS mata kuliah Reporting. Keesokannya, Akeroluh kembali bisa menarik nafas lega.
Parahnya, kalau musim ujian gini, kebiasaan buruk mereka kambuh. Mereka yang mengaku sebagai mahasiswa-mahasiswa berprestasi jadi demen nyontek. Nah, lho? Padahal menurut bu Fatimah selaku dosen PKN semester I, menyontek adalah salah satu perilaku tak terpuji. Tapi ya gimana lagi? Nggak nyontek berarti nggak bisa ngerjain soal. Nggak bisa ngerjain soal berarti dapet C atau D. Dapet C pun udah untung. Dan ujung-ujungnya ngulang semester depan. Itu artinya harus meluangkan waktu dan mengeluarkan lebih banyak biaya lagi. Nah, kalau kayak gini siapa yang rugi, coba? Jelas orangtua mereka. Saat itu nurani mereka tergerak,mereka nggak mau menyengsarakan orangtua yang sudah membesarkan dan merawat mereka hingga menjadi segede gini. Mereka nggak mau seperti Malin Kundang yang durhaka sama orangtua. Yaa simpel aja kok alasan mereka demen nyontek pas ujian. Nggak lebih!!!
Sedari tadi malam anak-anak sudah mulai gedebukan bikin contekan untuk hari ini. Vega dan Justin kebagian materi HardNews, Airin dan Bram kebagian Berita Feature, Marta dan Mario dapat jatah SoftNews dan DeptNews. Kontan Marta dan Mario melotot berbarengan saat selesai pembagian jatah yang di bacakan Justin.
            “Gilee, kenapa kita dapet dobel?” Kata Marta dan Mario serempak.
            “Alaaah, kalian ini. Makan aja minta dobel, giliran tugas gak mau. Pokoknya tugas harus berjalan sebagaimana mestinya. Oke?” Justin menjawab sok tegas.
            Marta dan Mario bengong.
            “Siipp. Bengong berarti setuju. Rapat bubar, grakk!!!” Vega menimpali. Airin dan Bram hanya bisa terkekeh melihat dua tampang mengenaskan itu.
JJJ
            Pukul 13.15.
            Ujian selesai. Masa-masa kritis kembali normal. Satu demi satu, mahasiswa mulai keluar kelas dan menarik nafas dalam-dalam. Lega. Setelah keenam anggota Akeroluh selesai mengerjakan ujian dengan sukses, dengan tanpa di komando mereka langsung standbay di taman fakultas. Dan saat itu, dimana matahari sedang terik-teriknya, serombongan mahasiswa yang mengaku bertampang cute-cute kembali asyik ngegosip di kursi-kursi taman fakultas FISIPOL tercinta plus tersayang.
            “Sstt... ada Surti lewat” Sepasang mata Bram tertuju pada cewek cakep yang sedang berjalan melenggang dengan anggunnya. Kontan yang laen mengikuti gerakan mata Bram yang tertuju pada cewek yang konon sejak hari pertama kemunculannya di kampus, langsung bikin geger seantero jagat kampus. (kayak apa sich cakepnya?!)
            Surti. Cewek sunda yang jadi perbincangan seru semua orang di kampus. Dari mulai mahasiswa, dosen, sampai petugas tata usaha dan satpam. Soalnya cewek satu ini emang kalem banget, kayak raden ajeng ndoro gusti ratu aja. Alhasil, cewek-cewek yang cowoknya berada dalam radius awas karena pengaruh Surti, hanya bisa misuh-misuh. Pasrah. Berdoa siang malam agar sang cowok kuat iman.
            “Widiiiihhh, kaya ndeleng surga”[1] Dengan logat ngapaknya, Mario yang lagi ngiler-pun ikut berkomentar. Justin manggut-manggut mengiyakan.
            “Udah cantik, kalem, putih mulus, ramah, nurut sama suami lagi. Wah gue banget, tuh!” Ujar Justin dalam lamunan yang melambung tinggi.
            Beberapa detik kemudian...
            ADHAAAOWWWW!!!
            Kepala Justin udah benjol-benjol dijitakin teman-temannya.
            “Ngimpi Lo!!!” Semprot Vega.
Semua tertawa. Marta dan Airin sampai memegangi perutnya yang sakit karena tertawa berlebihan.
“Udah, deh. Dari pada ngeributin Surti yang jelas-jelas nggak bakalan ngelirik elo-elo pada, mendingan kita refreshing aja. Ke mana gitu. Monjali kek, atau ke Kaliurang, atau karokean, atau renang. Kan jenuh baru ujian” Airin mengajukan usulnya sambil menunjuk tiga makhluk aneh di depannya. Bram, Justin, dan Mario. Yang di tunjuk malah melongo.
“Ceile...encer juga otak anaknya bapak Slamet, ni” Ujar Vega memuji. Airin, selaku korban pemujian Cuma cengar-cengir nggak jelas. Mana nyengirnya mirip kuda lagi! Weks.
“Yaudah atuh. Kalo gitu mah kita langsung tancap we” Tambahnya sambil menirukan logat sunda Bram dan Airin. Semua mengangguk setuju.
Acara refreshing-pun dimulai. Serta merta keenam makhluk tuhan paling gaul itu langsung menuju parkiran. Tinggal sepuluh langkah lagi menuju parkiran. Dan tiba-tiba...
“STOP STOOP STOOOPP” Teriakan Marta menghentikan langkah mereka. Semua menoleh.
“Apaan, sich? Ngagetin aja!” Sungut Bram kesal.
“Sebelum jalan Marta mau curhat dulu” Marta memasang tampang sepolos mungkin. Membuat luluh hati anak-anak Akeroluh.
“Yaudah buruannn” Seru Bram tak sabar.
Marta lagi bokek, nih. Yah maklum kan tanggal tua. Temen-temen punya solusi pemecahannya nggak? Enaknya gue harus gimana,ya?”
Buru-buru Vega angkat bicara. “Gue punya solusi PEMECAHANNYA”
“Apa? Apa Vey?” Seru Marta ingin segera tahu. Saat itu Marta hanya mengharapkan satu kalimat dari teman-temannya. “Yaudah, ta. Lo pake duit gue aja sampe lo dapet kiriman nanti, kita kan setia kawan”. Tapi takdir berkata lain.
“Solusi PEMECAHANNYA... PECAHIN AJA CELENGAN ELO! Beres, kan?” Jawab Vega kalem. kontan semua terbahak-bahak. Marta manyun.
Justin menambahi dengan usulnya yang lebih gila. “Ngerampok bank aja, biar kita cepet kaya. Hasilnya kita bagi enam. Ntar gue mau beli rumah, mobil, kios, bikin restaurant, dan..ng..” Belum sempat menyelesaikan orasi singkatnya, Justin udah benjot-benjot di jitakin anak-anak.
“Syukurin, lo!” Marta berseru puas.
Rencana di lanjutkan. Akeroluh membentuk formasi. Vega bocengan sama Bram. Justin sama Airin, dan lagi-lagi Marta sama Mario. Dua motor milik Marta dan Bram sengaja diistirahatkan di tempat. Sedangkan Airin? Jangan tanya. Boro-boro bawa motor, nyetirnya aja nggak bisa!
Supaya lebih terkesan religius, mereka melakukan doa bersama sebelum berangkat. Justin membimbing doa dengan sok khusyuk. Alasannya sih, supaya Tuhan membimbing langkah mereka, dilindungi perjalanannya, tidak kesasar, dan tidak pulang tinggal nama. Huaaa
Satu menit kemudian, mereka meninggalkan area parkir. Siang itu jalanan sangat ramai. Vega cs mengarahkan motornya ke arah barat, lalu belok kanan menuju jl.gejayan. Saking semangatnya, Justin dan Airin menggeber motor sekencang-kencangnya. Saat empat temannya masih di gejayan, mereka justru sudah sampai condongcatur. Mending kalau lewat situ, lha kalo enggak?
Tiba-tiba Marta dan Mario yang motornya di depan Vega dan Bram, mengerem mendadak sampai terdengar bunyi mendecit panjang. Refleks Bram ikut-ikutan menghentikan motornya secara paksa, lebih tepatnya motor milik Vega. Motor Bram kan sedang istirahat di tempat.
“Gila, lo. Ngerem nggak bilang-bilang dulu” Bram sewot. Mario nyengir kambing. Sedangkan Vega hanya bisa menyumpahi Marta dan Mario dalam hati.
“Begini, boy...” Seru Marta sambil membenahi letak kacamata Afgan-nya. Lele makin nggak sabar dibuatnya. “ Ehmm... By the way any way busway... kita mau kemana, sich???” Lanjutnya.
Gubraks!
Setelah melewati beratus-ratus meter, mereka baru sadar. Ternyata belum menentukan tempat untuk bersenang-senang melepas jenuh. Akhirnya Vega mengusulkan untuk ke Monjali saja dengan diikuti anggukan setuju dari keempat makhluk Tuhan paling gaul itu. Yang dua, entah kemana. Mungkin saja mereka sudah sampai luar provinsi.

14.10
At monumen jogja kembali
Beat merah dan Vario hitam terparkir di area parkir Monjali. Keempat penunggangnya turun dan membayar parkir sebesar dua ribu perak. sedetik kemudian Scoopy pink milik Justin muncul. (Ikh, cowo kok pake Scoopy pink)
“Eh, elo... kirain udah nyampe luar provinsi. hehe” Sapa Vega Algesha manis. Yang di sapa, Justin dan Airin hanya nyengir.
“Dari mana aja? Dari tadi nggak kelihatan hidungnya?” Tanya Marta centil.
“Yah, gimana mau kelihatan, orang hidungnya aja pesek” Bram menjawab kejam.
“Kejem banget kalian!” Justin dan Airin sewot. Buru-buru Bram merangkul bahu Justin dan Airin sok mesra. Tujuannya nggak lain dan nggak bukan supaya mereka nggak murka. Kalau sampai Justin marah, otomatis Bram nggak bakalan dapet dinner gratis setiap malam jumat. Karena setiap malam jumat kan Justin dapet berkat dari pengajian di masjid sebelah kos-nya. dan kalau Justin marah, ia pasti menyantap habis semua berkat tanpa menyisakan Bram.
Sebelum benar-benar masuk ke Monjali, mereka menyempatkan diri take gambar di halaman pintu masuk. Saat itu, mata Bram tertuju pada papan besar bertuliskan “MONUMEN JOGJA KEMBALI”
Bram berdecak kagum. “Ooo, jadi Monjali itu Monumen Jogja Kembali, tho?”
Gubraks! Parah banget ni anak!
“Lha deneng nembe weru?”[2] Mario mengelus-elus dadanya. Mendramatisir. Semua terkekeh.
“Langsung masuk aja, yuk!” Ajak Airin. Semua mengangguk setuju. Sebelum pada akhirnya sepasang mata Bram tertuju pada sebuah papan. (Bram lagi. Bram lagi)
                    Umum : 7500
        Turis lokal : 7500
        Turis mancanegara : 15000

Melihat papan itu, bagai melihat hantu lemper alias pocong bagi Bram. Dia langsung putar arah 180 derajat. Diikuti kelima temannya yang sama-sama nggak setuju kalau harus bayar 7500 untuk sekedar melihat-lihat dan foto-fotoan di dalam sana.
“Ogah gue kalo musti bayar 7500. Mending buat makan, kenyang” Justin berkomentar diikuti anggukan setuju Mario.
“Gue juga ogah. Mending ke Kaliurang aja. 7500 ntu udah karcis masuk dua orang plus biaya parkir. Murah kan?” Vega memberi usul.
“Yaudah. Kita ke Kaliurang aja, yuk! Yang murah” Airin menambahi.
Selangkah mereka hendak menuju parkiran, tiba-tiba Bram berhenti.
“Tapi kan sayang udah bayar parkir duaribu”
“.....”
Gubraks 3000x !!! pelit amat, Cuma duaribu perak doank!
“Ya ampun, bang. Perhitungan amat, sich! Cuma duaribu doank juga. Dasar mahasiswa BOKER. Bokek bin kere!” Ujar seorang pedagang asongan yang kebetulan lewat di samping mereka.
@KGY%$?/!



[1] = seperti melihat surga (Bhs.ngapak)
[2] =emang baru tahu? (Bhs.ngapak)

3 komentar:

  1. hahahaa
    Prasaan tau tuh cerita..
    Sebenernya kan si Bram Parkirnya di bayarin Vega..
    wkwkwkkwkwk

    BalasHapus
  2. dean>>>>wkwkwk... siapa yaaahhh????
    makasiiii kiiii ;)

    BalasHapus