Oleh: Laily Maulidatus Sa'adah
Suasana di kampus lagi panas-panasnya. Maklum, waktunya ujian akhir
semester. Hari ini adalah hari terakhir UAS mata kuliah Reporting. Keesokannya,
Akeroluh kembali bisa menarik nafas lega.
Parahnya, kalau musim ujian gini, kebiasaan buruk mereka kambuh.
Mereka yang mengaku sebagai mahasiswa-mahasiswa berprestasi jadi demen nyontek.
Nah, lho? Padahal menurut bu Fatimah selaku dosen PKN semester I,
menyontek adalah salah satu perilaku tak terpuji. Tapi ya gimana lagi? Nggak
nyontek berarti nggak bisa ngerjain soal. Nggak bisa ngerjain soal berarti
dapet C atau D. Dapet C pun udah untung. Dan ujung-ujungnya ngulang semester
depan. Itu artinya harus meluangkan waktu dan mengeluarkan lebih banyak biaya
lagi. Nah, kalau kayak gini siapa yang rugi, coba? Jelas orangtua mereka. Saat
itu nurani mereka tergerak,mereka nggak mau menyengsarakan orangtua yang sudah
membesarkan dan merawat mereka hingga menjadi segede gini. Mereka nggak mau
seperti Malin Kundang yang durhaka sama orangtua. Yaa simpel aja kok alasan
mereka demen nyontek pas ujian. Nggak lebih!!!
Sedari tadi malam anak-anak sudah mulai gedebukan bikin contekan
untuk hari ini. Vega dan Justin kebagian materi HardNews, Airin dan
Bram
kebagian Berita Feature, Marta dan Mario
dapat jatah SoftNews dan DeptNews. Kontan Marta dan
Mario melotot berbarengan saat selesai pembagian jatah yang di bacakan Justin.
“Gilee, kenapa
kita dapet dobel?” Kata Marta dan
Mario serempak.
“Alaaah, kalian
ini. Makan aja minta dobel, giliran tugas gak mau. Pokoknya tugas harus
berjalan sebagaimana mestinya. Oke?” Justin
menjawab sok tegas.
Marta dan
Mario bengong.
“Siipp. Bengong
berarti setuju. Rapat bubar, grakk!!!” Vega
menimpali. Airin dan Bram hanya bisa terkekeh
melihat dua tampang mengenaskan itu.
JJJ
Pukul 13.15.
Ujian selesai.
Masa-masa kritis kembali normal. Satu demi satu, mahasiswa mulai keluar kelas
dan menarik nafas dalam-dalam. Lega. Setelah keenam anggota Akeroluh selesai
mengerjakan ujian dengan sukses, dengan tanpa di komando mereka langsung standbay
di taman fakultas. Dan saat itu, dimana matahari sedang terik-teriknya, serombongan
mahasiswa yang mengaku bertampang cute-cute kembali asyik ngegosip di
kursi-kursi taman fakultas FISIPOL tercinta plus tersayang.
“Sstt... ada Surti
lewat” Sepasang mata Bram tertuju pada
cewek cakep yang sedang berjalan melenggang dengan anggunnya. Kontan yang laen
mengikuti gerakan mata Bram yang tertuju
pada cewek yang konon sejak hari pertama kemunculannya di kampus, langsung
bikin geger seantero jagat kampus. (kayak apa sich cakepnya?!)
Surti.
Cewek sunda yang jadi perbincangan seru semua orang di kampus. Dari mulai
mahasiswa, dosen, sampai petugas tata usaha dan satpam. Soalnya cewek
satu ini emang kalem banget, kayak raden ajeng ndoro gusti ratu aja. Alhasil,
cewek-cewek yang cowoknya berada dalam radius awas karena pengaruh Surti,
hanya bisa misuh-misuh. Pasrah. Berdoa siang malam agar sang cowok kuat iman.
“Widiiiihhh, kaya
ndeleng surga”[1]
Dengan logat ngapaknya, Mario yang lagi ngiler-pun ikut berkomentar. Justin manggut-manggut mengiyakan.
“Udah cantik,
kalem, putih mulus, ramah, nurut sama suami lagi. Wah gue banget, tuh!” Ujar Justin dalam lamunan yang melambung tinggi.
Beberapa detik
kemudian...
ADHAAAOWWWW!!!
Kepala Justin udah benjol-benjol dijitakin teman-temannya.
“Ngimpi Lo!!!”
Semprot Vega.
Semua tertawa. Marta dan Airin sampai
memegangi perutnya yang sakit karena tertawa berlebihan.
“Udah, deh. Dari pada ngeributin Surti
yang jelas-jelas nggak bakalan ngelirik elo-elo pada, mendingan kita refreshing
aja. Ke mana gitu. Monjali kek, atau ke Kaliurang, atau karokean, atau renang. Kan
jenuh baru ujian” Airin mengajukan
usulnya sambil menunjuk tiga makhluk aneh di depannya. Bram, Justin, dan Mario. Yang di tunjuk malah melongo.
“Ceile...encer juga otak anaknya bapak Slamet, ni” Ujar Vega
memuji. Airin,
selaku korban pemujian Cuma cengar-cengir nggak jelas. Mana nyengirnya mirip
kuda lagi! Weks.
“Yaudah atuh. Kalo gitu mah kita langsung tancap we” Tambahnya
sambil menirukan logat sunda Bram dan Airin.
Semua mengangguk setuju.
Acara refreshing-pun dimulai. Serta merta keenam makhluk tuhan
paling gaul itu langsung menuju parkiran. Tinggal sepuluh langkah lagi menuju
parkiran. Dan tiba-tiba...
“STOP STOOP STOOOPP” Teriakan Marta
menghentikan langkah mereka. Semua menoleh.
“Apaan, sich? Ngagetin aja!” Sungut Bram
kesal.
“Sebelum jalan Marta mau
curhat dulu” Marta memasang tampang sepolos mungkin. Membuat luluh hati anak-anak
Akeroluh.
“Yaudah buruannn” Seru Bram tak
sabar.
“Marta lagi bokek, nih.
Yah maklum kan tanggal tua. Temen-temen punya solusi pemecahannya nggak?
Enaknya gue
harus gimana,ya?”
Buru-buru Vega angkat bicara.
“Gue punya solusi PEMECAHANNYA”
“Apa? Apa Vey?” Seru Marta
ingin segera tahu. Saat itu Marta
hanya mengharapkan satu kalimat dari teman-temannya. “Yaudah, ta. Lo
pake duit gue aja sampe lo dapet kiriman nanti, kita kan setia kawan”. Tapi takdir berkata lain.
“Solusi PEMECAHANNYA... PECAHIN AJA CELENGAN ELO! Beres, kan?”
Jawab Vega kalem. kontan semua terbahak-bahak. Marta
manyun.
Justin menambahi dengan usulnya yang lebih gila. “Ngerampok bank aja,
biar kita cepet kaya. Hasilnya kita bagi enam. Ntar gue mau beli rumah, mobil,
kios, bikin restaurant, dan..ng..” Belum sempat menyelesaikan orasi singkatnya,
Justin udah benjot-benjot di jitakin anak-anak.
“Syukurin, lo!” Marta berseru puas.
Rencana di lanjutkan. Akeroluh membentuk formasi. Vega
bocengan sama Bram. Justin sama Airin, dan lagi-lagi
Marta
sama Mario. Dua motor milik Marta dan Bram
sengaja diistirahatkan di tempat. Sedangkan Airin?
Jangan tanya. Boro-boro bawa motor, nyetirnya aja nggak bisa!
Supaya lebih terkesan religius, mereka melakukan doa bersama
sebelum berangkat. Justin membimbing doa
dengan sok khusyuk. Alasannya sih, supaya Tuhan
membimbing langkah mereka, dilindungi perjalanannya, tidak kesasar, dan tidak
pulang tinggal nama. Huaaa
Satu menit kemudian, mereka meninggalkan area parkir. Siang itu
jalanan sangat ramai. Vega cs mengarahkan
motornya ke arah barat, lalu belok kanan menuju jl.gejayan. Saking semangatnya,
Justin dan Airin menggeber
motor sekencang-kencangnya. Saat empat temannya masih di gejayan, mereka justru
sudah sampai condongcatur. Mending kalau lewat situ, lha kalo enggak?
Tiba-tiba Marta dan Mario yang
motornya di depan Vega dan Bram,
mengerem mendadak sampai terdengar bunyi mendecit panjang. Refleks Bram
ikut-ikutan menghentikan motornya secara paksa, lebih tepatnya motor milik Vega.
Motor Bram kan
sedang istirahat di tempat.
“Gila, lo. Ngerem nggak bilang-bilang dulu” Bram
sewot. Mario nyengir kambing. Sedangkan Vega
hanya bisa menyumpahi Marta dan
Mario dalam hati.
“Begini, boy...” Seru Marta
sambil membenahi letak kacamata Afgan-nya. Lele makin nggak sabar
dibuatnya. “ Ehmm... By the way any way busway... kita mau kemana, sich???”
Lanjutnya.
Gubraks!
Setelah melewati beratus-ratus meter, mereka baru sadar. Ternyata
belum menentukan tempat untuk bersenang-senang melepas jenuh. Akhirnya Vega
mengusulkan untuk ke Monjali saja dengan diikuti anggukan setuju dari keempat
makhluk Tuhan
paling gaul itu. Yang dua, entah kemana. Mungkin saja mereka sudah sampai luar
provinsi.
14.10
At monumen jogja kembali
Beat merah dan Vario hitam terparkir di area parkir Monjali.
Keempat penunggangnya turun dan membayar parkir sebesar dua ribu perak. sedetik
kemudian Scoopy pink milik Justin muncul. (Ikh, cowo
kok pake Scoopy pink)
“Eh, elo... kirain udah nyampe luar provinsi. hehe” Sapa Vega Algesha manis. Yang di sapa, Justin dan
Airin
hanya nyengir.
“Dari mana aja? Dari tadi nggak kelihatan hidungnya?” Tanya Marta
centil.
“Yah, gimana mau kelihatan, orang hidungnya aja pesek” Bram
menjawab kejam.
“Kejem banget kalian!” Justin dan
Airin
sewot. Buru-buru Bram merangkul bahu
Justin dan Airin sok mesra.
Tujuannya nggak lain dan nggak bukan supaya mereka nggak murka. Kalau sampai Justin marah, otomatis Bram nggak bakalan
dapet dinner gratis setiap malam jumat. Karena setiap malam jumat kan Justin dapet berkat dari pengajian di masjid sebelah kos-nya. dan kalau Justin marah, ia pasti menyantap habis semua berkat tanpa menyisakan Bram.
Sebelum benar-benar masuk ke Monjali, mereka menyempatkan diri take
gambar di halaman pintu masuk. Saat itu, mata Bram
tertuju pada papan besar bertuliskan “MONUMEN JOGJA KEMBALI”
Bram
berdecak kagum. “Ooo, jadi Monjali itu Monumen Jogja Kembali, tho?”
Gubraks! Parah banget ni anak!
“Lha deneng nembe weru?”[2]
Mario mengelus-elus dadanya. Mendramatisir. Semua terkekeh.
“Langsung
masuk aja, yuk!” Ajak Airin. Semua
mengangguk setuju. Sebelum pada akhirnya sepasang mata Bram
tertuju pada sebuah papan. (Bram lagi. Bram lagi)
Umum :
7500
Turis lokal : 7500
Turis mancanegara : 15000
Melihat papan itu, bagai melihat hantu lemper alias pocong bagi Bram.
Dia langsung putar arah 180 derajat. Diikuti kelima temannya yang sama-sama
nggak setuju kalau harus bayar 7500 untuk sekedar melihat-lihat dan foto-fotoan
di dalam sana.
“Ogah gue kalo musti bayar 7500. Mending buat makan, kenyang” Justin berkomentar diikuti anggukan setuju Mario.
“Gue juga ogah. Mending ke Kaliurang aja. 7500 ntu udah karcis
masuk dua orang plus biaya parkir. Murah kan?” Vega
memberi usul.
“Yaudah. Kita ke Kaliurang aja, yuk! Yang murah” Airin
menambahi.
Selangkah mereka hendak menuju parkiran, tiba-tiba Bram
berhenti.
“Tapi kan sayang udah bayar parkir duaribu”
“.....”
Gubraks 3000x !!! pelit amat, Cuma
duaribu perak doank!
“Ya ampun, bang. Perhitungan amat, sich! Cuma duaribu doank juga.
Dasar mahasiswa BOKER. Bokek bin kere!” Ujar seorang pedagang
asongan yang kebetulan lewat di samping mereka.
@KGY%$?/!
luar biasa good..
BalasHapushahahaa
BalasHapusPrasaan tau tuh cerita..
Sebenernya kan si Bram Parkirnya di bayarin Vega..
wkwkwkkwkwk
dean>>>>wkwkwk... siapa yaaahhh????
BalasHapusmakasiiii kiiii ;)